Foto Profil

Foto Profil
Senyum itu indah, maka tersenyumlah

Minggu, 21 Februari 2010















Kenakalan yang tak perlu ditertawakan

HIKMAH

Aku dan Keangkuhan
Oleh Muhamad Sahrul Murajjab

Suatu kali, seorang bijak ditanya oleh salah seorang muridnya. "Tuan Guru, adakah kejujuran yang tidak baik? Sang guru bijak pun menjawab, "Pujian seseorang atas dirinya sendiri." Maksudnya, ketika seseorang bercerita hal-hal baik tentang dirinya sendiri, meskipun cerita tersebut benar adanya, hal itu adalah kejujuran yang tidak baik. Sebab, bisa memunculkan perasaan bangga diri dan kesombongan.

Ketika seseorang mengatakan 'aku', yang biasanya timbul adalah subjektivitas. Bahkan, tidak jarang pula kata tersebut memiliki efek negatif bagi kehidupan sosial. Dikisahkan dalam Alquran bahwa makhluk yang pertama kali mengucapkan kata 'aku' dengan penuh kesombongan dan perasaan tinggi hati adalah iblis.

Tatkala Allah SWT memerintahkan iblis bersujud kepada Adam AS, ia menolaknya dengan congkak sembari berkata, "Aku lebih baik darinya (Adam). Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan engkau menciptakannya dari tanah." (QS Al-A`raf [7]: 12).

Kata 'aku' meluncur dari mulut iblis sebagai ungkapan pengagungan dan penyucian diri sendiri di hadapan Allah yang menciptakannya. Meskipun dia mengakui bahwa dirinya hanyalah makhluk yang diciptakan, nyatanya ia membangkang: menyanjung dirinya dan melupakan karunia Penciptanya. Karena sikap iblis ini, sering muncul sebuah ungkapan bahwa tidak ada seorang pun yang memuji dirinya sendiri, kecuali yang menyerupai makhluk terkutuk itu.

Demikianlah bahaya kata 'aku' yang diiringi perasaan bangga diri. Para ulama suluk sering menyebutnya sebagai salah satu penghancur (muhlikat) kehidupan manusia. Allah pun telah melarangnya dengan tegas dalam firman-Nya, "... maka, janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui orang yang bertakwa." (QS Alnajm [53]: 32).

Pada ayat lainnya, ketika menyebutkan sifat orang-orang kafir, Allah berfirman, "Apakah kamu tidak memerhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya, Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak teraniaya sedikit pun." (QS Annisa [4]: 49).

Dengan demikian, kata 'aku' dengan muatan keagungan, pujian, dan ketinggian tidaklah pantas jika dinisbatkan kepada diri sendiri. Kata itu hanya layak bagi Allah SWT, sang pencipta semesta alam ini.

http://koran.republika.co.id/koran/25

Kamis, 18 Februari 2010

OPINI

Selasa, 16 Februari 2010 (Pontianak Post)
Nasional Demokrat, Akankah Jadi Pahlawan?
Oleh : Khoirul Umam

Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada hari Senin (1/2), belasan ribu orang memadati Istora Senayan Jakarta. Kali ini bukan untuk melihat pertandingan olahraga, tapi untuk menyaksikan deklarasi sebuah Organisasi Kemasyarakatan (ormas). Nasional Demokrat (Nasdem) nama ormas tersebut. Sekitar 45 tokoh nasional dari berbagai latar belakang profesi menghadiri sekaligus mendeklarasikan Nasdem. Diantaranya Anies Baswedan, Khofifah Indar Parawansa, Syafii Maarif, dan termasuk putra daerah Kalimantan Barat, Zulfadli. Tokoh penting dari berdirinya ormas Nasdem adalah Surya Paloh dan Sultan HB X, karena merekalah yang berperan sebagai inisiator.

Sebagai ormas baru, berdirinya Nadem bisa dikatakan sebagai wujud kekecewaan dari beberapa golongan atas kinerja pemerintahan saat ini. Apalagi lahirnya Nasdem muncul ditengah carut marutnya masalah yang sedang dihadapi bangsa Indonesia, seperti kasus skandal Bank Century yang telah merugikan Negara sebesar 6,7 Trilyun, mafia peradilan yang banyak mengiris hati rakyat kecil, dan banyak masalah lainnya. Partai politik pun integritasnya menurun dimata rakyat, karena hingga kini Parpol hanya dijadikan sebagai kendaraan politik untuk merebut kekuasaan, dan belum bisa memecahkan masalah yang sedang dihadapi rakyat, seperti kemiskinan, kesehatan, dan pengangguran. Meskipun nama-nama partai yang ada di Indonesia sangat bagus. Ada yang mengatasnamakan Perjuangan, Kesejahteraan, Persatuan, Keadilan, Demokrasi, Kebangkitan, dan lain sebagainya. Tapi kenyataannya Indonesia belum bisa berubah kearah yang lebih baik di tangan Parpol.
Surya Paloh, salah satu inisiator Nasdem mengatakan saat ini Parpol hanya bisa meningkatkan kesenjangan sosial diantara kalangan masyarakat. Gedung DPR juga masih lebih besar teorinya, daripada praktek. Padahal rakyat hanya berharap tindakan nyata dari para wakil rakyatnya, tidak hanya bicara keras didepan televisi. Bahkan akhir-akhir ini, DPR mampu menghibur rakyat dengan aksi politiknya. Satu masalah bisa diperdebatkan hingga berminggu-minggu, itupun belum tentu selesai akar permasalahannya. Sungguh ironis, jika DPR-meminjam opini alm. Gusdur - benar-benar seperti sekumpulan murid taman kanak-kanak (TK). Sebagai rakyat saja malu memiliki wakil rakyat yang tidak jelas.
Nama baru, wajah lama
Nasional Demokrat memang sebuah ormas dengan nama yang baru, terlepas dari ingatan kita kepada nama salah satu parpol besar saat ini. Warna logo yang dibubuhi oleh biru dan kuning juga masih menyimpan pertanyaan. Apakah benar-benar idealisme dari sang inisiator atau sekedar ikut-ikutan dengan tujuan menebeng warna dua partai besar saat ini? Dengan melihat kinerjanya kelak baru bisa menjawab.
Terlepas dari nama dan warna, jika melihat barisan orang yang ada dibelakang, konfigurasi Nasdem sebenarnya masih diisi oleh beberapa orang lama yang sudah banyak makan asam garam di dunia politik. Sebut saja Surya Paloh dan Sultan HB X. Selain itu juga, ada Khofifah Indar Parawansa. Mereka pernah mengenyam pengalaman dan besar atas nama partai politik.
Sebagai inisiator, Surya Paloh sepertinya masih bergairah untuk mengaktualisasikan dirinya dalam mendukung kemajuan bangsa. Meskipun ia tersingkir dari partai Golkar pasca kekalahannya dari Abu Rizal Bakrie sebagai ketua umum. Namun kali ini bukan lewat parpol, tapi ormas. Kita semua tidak tahu, apakan Nasdem ini sebagai embrio untuk dijadikan sebuah parpol atau tidak. Semoga saja tetap menjadi ormas, karena jika menjadi parpol, nilai independentnya akan hilang. Untuk itu, meskipun ada wajah-wajah lama yang mengisi Nasdem, tidak sepantasnya Nasdem bergerak layaknya parpol, yang baru unjuk gigi saat mendekati pemilu. Semangat yang dibawa juga harus baru, visi-misi yang ditetapkan semestinya bukan sekedar catatan yang hanya dibacakan, lalu disimpan dan terlupakan. Hal ini perlu dilakukan agar Nasdem benar-benar menjadi ormas yang produktif bagi bangsa Indonesia.

Bisakah menjadi pahlawan?
Kemerdekaan Indonesia yang utuh! begitu Nasdem memiliki visi. Tidak mudah memang mewujudkan Indonesia merdeka seutuhnya. Merdeka atas kekayaan alam, merdeka atas pendidikan, kesehatan, dan berbagai masalah yang dihadapi rakyat Indonesia. Semua masalah tersebut sudah terlampau banyak dan besar. Sehingga butuh waktu lama dan ‘personil’ yang cerdas untuk menyelesaikannya.
Sejak Indonesia menjadi negara dengan sistem demokrasi, banyak partai-partai baru bermunculan. Semuanya hadir dengan membawa visi dan misi atas nama rakyat. Namun semua itu hanya sebagai topeng untuk menarik simpati rakyat. Suara rakyat pun dibeli dengan mudah demi kekuasaan. Kekuasaan tanpa tanggung jawab untuk memikul beban atas penderitaan rakyat. Buktinya, hingga kini semua parpol yang ada masih belum diakui oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai pahlawan terbaik dalam mengatasi masalah yang dihadapai bangsa Indonesia. Bahkan kehadirannya hanya menambah masalah dan melahirkan koruptor baru.
Namun sikap optimis dari para inisiator dan deklarator Nasdem patut diacungi jempol. Mereka (ormas Nasdem) yang mengatasnamakan ormasnya sebagai garis gerakan perubahan, akan merestorasi Indonesia, dengan tujuan dapat menjadikan Indonesia lebih baik kedepannya. Sesuai dengan harapan rakyat Indonesia.
Surya Paloh, dalam pidatonya saat itu juga mengatakan bahwa masa reformasi yang selama ini telah berjalan belum terbukti mewujudkan cita-cita yang diharapkan. Bahkan cenderung membawa anak bangsa ke dalam kecurigaan satu sama lain, termasuk pada hukum dan proses demokrasi yang sedang berjalan karena salah memahami. Untuk itu, kehadiran Nasdem di tengah-tangah maraknya demonstrasi yang menyuarakan ketidakpuasan atas kinerja pemerintahan saat ini, bisa dijadikan harapan bagi rakyat. Pun dengan visi-misi yang telah ditetapkan, tentunya Nasdem bisa menjadikan Indonesia lebih baik dan dapat memberi jawaban dari permasalahan yang harus dibenahi, demi kemajuan bangsa kedepan. Semoga. **
* Penulis, Mahasiswa Unmuh Malang asal KKR, Aktivis pers koran kampus Bestari.

Rabu, 17 Februari 2010

RESENSI NOVEL (Malang Post,14 Februari 2010)

Perjuangan Cinta di Tengah Bayangan Lupus
(Malang Post, 14 Februari 2010)

Hidup di dunia memang tidak selamanya akan terisi dengan kebahagiaan, adakalanya hidup harus dilalui dengan berbagai cobaan, ujian, hilangnya harapan, dan cinta yang hampa.
Gambaran hidup itulah yang dialami oleh Prasasti Alanis dalam novel “Tuhan Jangan Pisahkan Kami.” Novel karya Damien Dematra ini menceritakan seorang gadis yang cantik, namun hidupnya penuh dengan berbagai cobaan dan ujian.
Cobaan yang diterima Prasasti sebenarnya dimulai sejak kecil. Ia harus menjalani hidup dalam sebuah keluarga yang tidak lengkap, tanpa seorang ayah. Keadaan itu sering membuat Prasasti bertanya mengenai keberdaan ayahnya kepada sang Ibu, Karina maharani. Namun, Karina tidak pernah benar-benar mengatakannya dengan jelas. Setelah beranjak besar, Prasasti tetap saja hidup bersama seorang Ibu yang kerjanya hanya sebagai pendamping pria-pria kaya dan pecandu obat-obatan.
Prasasti sangat sayang kepada Ibunya. Ia mencoba menguatkan Ibunya untuk berhenti mengonsumsi obat-obatan demi kehidupan yang lebih baik. Namun, semua usaha yang telah dilakukan Prasasti hanya sia-sia. Hingga akhirnya pada kondisi yang berat, Karina meninggal dunia. Disini cobaan kembali diterima Prasasti. Prasasti harus menjalani hidup sendirian. Dengan begitu, ia harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri.
Prasasti akhirnya bekerja sebagai penyobek karcis pada pintu masuk planetarium-sebuah tempat untuk melihat gugusan bintang dan benda-benda alam semesta. Selain itu juga, pada tempat yang sama ia mengambil double job, sebagai penjaga bioskop. Di tempat Prasasti bekerja itulah, ia kenal Salman, seorang cowok yang menaruh perasaan sayang pada Prasasti.
Kecintaan Salman pada Prasasti, membuatanya rela mengorbankan segalanya, asalakan Prasasti senang dan kebutuhan Prasasti dapat terpenuhi. Tempat kost yang berdampingan, bekerja berbarengan, membuat keduanya sering terlihat bersama, layaknya pacaran. Namun sebenarnya tidak. Salman masih sulit untuk membuka hati Prasasti, meskipun Salman telah memohon.
Karena harus menghidupi dirinya sendiri dan tidak ingin bergantung pada orang lain, membuat Prasasti harus bekerja keras untuk mendapatkan uang. Meskipun tubuhnya memberontak dan meneriakkan rasa sakit. Ini dibuktikannya dengan menerima tawaran untuk menjadi model lukis pada sebuah kelas melukis. Nasihat Salman untuk menyuruhnya istirahat setelah sehari sebelumnya pingsan, tidak didengarkannya.
Pada kelas melukis itulah ia bertemu sosok pemuda tampan, Zahir Amara. Perjumpaan mereka dalam kelas melukis terus berlanjut hingga diluar kelas. Saat itu pula, Zahir merasa Prasasti adalah cewek yang selama ini diinginkannya.
Zahir tidak butuh waktu lama untuk mencuri hati Prasasti. Berbeda dengan Salman, yang butuh pengorbanan dan waktu yang cukup lama, namun tidak berhasil membuka hati Prasasti. Tidak heran, jika Salman menyimpan rasa cemburu dan berusaha menjauhkan Zahir dengan kehidupan Prasasti.
Zahir merasa, hubungannya dengan Prasasti bisa memberikannya kebahagiaan yang selama ini ia cari, setelah sekian lama ia tidak mendapatkan dalam keluarganya. Namun, yang terjadi pada prasasti malah sebaliknya. Kesehatan Prasasti menurun, tubuhnya memerah, rambutnya juga semakin hari kian tipis karena rontok. Prasasti ingin berteriak melihat kondisi tubuhnya.
Akhirnya Prasasti pun di bawa ke rumah sakit oleh Salman setelah ditemukan dalam keadaan pingsan dalam kamar kosnya. Disini Prasasti kembali menerima ujian berat, setelah Dokter yang bertugas mendiagnosanya terserang penyakit yang dinamakan lupus. Sejak saat itu, Prasasti merasa hidup di dunia asing. Karena harapannya untuk sembuh dan hidup normal sudah tidak mungkin. Yang ia tunggu hanya satu, kematian.
Tidak cukup sampai disitu cobaan yang diterima Prasasti, setelah Salman memberikannya sebuah cincin dan mengajaknya untuk menikah, Salman mengalami kecelakaan dan harus meninggalkan Prasasti untuk selamanya.
Dalam keadaan terbaring di rumah sakit, Zahir muncul kembali dan menawarkan sebuah harapan baru pada Prasasti. Mengajaknya menikah dan Prasasti menyetujui. Namun, rintangan datang dari orang tua Zahir, ketika mereka mengetahui bahwa Prasasti mengidap penyakit lupus. Karena orang tua Zahir tidak setuju, keluarganya menuntut Zahir untuk menikah bersama gadis kaya pilihan orang tuanya.
Disitulah kekuatan dan kebesaran cinta antara Zahir dan Prasasti di uji. Akankah kebesaran cinta diantara mereka akan runtuh?, bagaimana Zahir meyakinkan orang tuanya untuk bisa menerima Prasasti?, pembaca dapat menemukan jawaban atas perjuangan tokohnya setelah membaca novel yang terinspirasi dari kisah nyata ini.
Sebuah kisah romantis mewarnai novel yang segera di filmkan ini. Perjuangan tokohnya dalam menghadapi cobaan dan menemukan sebuah keajaiban dalam hidup memberikan nilai lebih bagi yang membacanya. Selain memberikan motivasi, pembaca juga akan mendapatkan inspirasi yang berharga bagi kehidupan.

Judul : Tuhan Jangan Pisahkan Kami
Penulis : Damien Dematra
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan : Januari, 2010
Halaman : 250 halaman
Peresensi : Khoirul Umam, Mahasiswa Biologi Unmuh Malang