Foto Profil

Foto Profil
Senyum itu indah, maka tersenyumlah

Selasa, 29 Desember 2009

MAKALAH EKTUM

SISTEM AGROFORESTRI SEBAGAI

ASPEK TERAPAN DALAM EKOLOGI TUMBUHAN


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Di tengah perkembangan itu, lahirlah agroforestri. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan.

Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan, yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Ilmu ini mencoba mengenali dan mengembangkan sistem-sistem wanatani yang telah dipraktekan oleh petani sejak berabad-abad yang lalu. Secara sederhana, agroforestri berarti menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingat bahwa petani atau masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek). Dengan demikian kajian agroforestri tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga agroforestri merupakan cabang ilmu yang dinamis.

Agroforestri dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak. Agroforestri utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarkat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadobsi. Dalam mewujudkan sistem sasaran ini, agroforestri diharapkan lebih banyak memanfaatkan tenaga atau sumber daya sendiri dibandingkan sumber-sumber dari luar. Disamping itu, agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia khususnya di daerah pedesaan.

1.2 Perumusan Masalah

1. Mengapa sistem agroforestri digunakan dalam pemanfaatan lahan hutan?

2. Bagaimana sistem agroforestri diterapkan dalam lahan hutan?

1.3 Tujuan

1. Untuk memanfaatkan lahan hutan dengan menggunakan sistem agroforestri.

2. Untuk mengetahui penerapan lahan hutan dengan sistem agroforestri.


BAB II

ISI

2.1 Agroforestri

Semakin padatnya penduduk semakin meningkat pula tekanan terhadap sumber daya alam, terutama disebabkan oleh jumlah tenaga kerja yang belum seimbang dengan kesempatan kerja yang tersedia, sebagai akibatnya kualitas lingkungan menurun sehingga kurang mendukung pembangunan ekonomi nasional.

Keberadaan hutan mempunyai saham yang sangat besar bagi kelangsungan pembangunan baik melalui fungsi hutan secara langsung maupun yang tidak langsung. Hutan merupakan faktor dominan dalam mendukung lingkungan yang berkualitas, karena itu perlu ditingkatkan pengelolaannya agar kerusakan hutan dapat dicegah.

Agroforestri mampu meningkatkan produktivitas lahan hutan sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan kelestarian fungsi-fungsi hutan.

Definisi Agroforestri

Sampai saat ini, belum ada kesatuan pendapat diantara para ahli tentang definisi agroforestri. Hampir setiap ahli mengusulkan definisi yang berbeda satu dari yang lain. Bjorn Lundgren mantan Direktur ICRAF (International Centre for Research in Agroforestry) mengajukan definisi agroforestri dengan rumusan sebagai berikut :

”Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu, dan lain-lain). Dengan tanaman pertanian dan hewan (ternak) atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.”

Dalam pedoman perum perhutani menjelaskan tentang agroforestri :

“Merupakan sistem pengelolaan hutan dengan menerapkan pola budidaya tanaman hutan dengan tanaman pertanian, peternakan, dan perikanan baik pada saat yang sama maupun yang berhubungan dengan tujuan peningkatan produktivitas dan kelestarian hutan.”

Jadi, pengertian umumnya agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama, dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang berperan serta.

Dari beberapa definisi yang telah dikutip secara lengkap tersebut, agroforestri merupakan suatu istilah baru dari praktek-praktek pemanfaatan lahan tardisional (wanatani) yang meiliki unsur-unsur :

  • Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia.
  • Penerapan teknologi.
  • Komponen tanaman semusim, tanaman keras dan/atau ternak atau hewan.
  • Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu.
  • Ada interaksi ekologi, sosial, ekonomi.(Tohir, 1991).

Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree, (1982) adalah :

  1. Agroforestri biasanya tersusun dari 2 jenis tanaman atau lebih (tanaman dan hewan). Paling tidak satu diantaranya tumbuhan berkayu.
  2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.
  3. Agar interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.
  4. Selalu memiliki 2 macam produk atau lebih misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan , obat-obatan.
  5. Minimal mmpunyai satu fungsi pelayanan jasa, misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh, sehingga dijadikan berkumpulnya keluarga atau masyarakat.
  6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis , agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomassa terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.
  7. Sistem agroforestri yang paling sederhana pun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.

De Foresta dkk (1997), mengelompokkan agroforestri menjadi 2:

· Sistem agroforestri sederhana. Perpaduan satu jenis tanaman tahunan dan satu atau beberapa jenis tanaman semusim. Jenis pohon yang ditanam bisa bernilai eknomi tinggi seperti kelapa, karet, cengkeh, jati, dan lain-lain. Atau bernilai ekonomi rendah seperti dada, lamtoro, kaliandra. Tanaman semusim biasanya padi, jagung, palawija, sayur-mayur, rerumputan, dan lain-lain. Atau jenis tanaman lain seperti pisang, kopi, coklat. Contoh: budidaya pagar (alley cropping) lamtoro dengan padi atau jagung, pohon kelap ditanam pada pematang mengelilingi sawah dan sebagainya.

· Sistem agroforestri kompleks. Suatu sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam dan diirawat oleh penduduk setempat, dengan pola tanam dan ekosistem menyerupai dengan yang dijumpai di hutan. Sistem ini mencakup sejumlah besar kompnen pepohonan, perdu, tanaman semusim dan atau rumput. Penampakan fisik dan dinamika didalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam baik primer maupun sekunder. Sistem agroforestri kompleks ini dibedakan atas:

a. Pekarangan, biasanya terletak disekitar tempat tinggal dan luasnya hanya sekitar 0,1-0,3 ha, dengan demikian sistem ini lebih mudah dibedakan hutan. Contoh: kebun talun, karang kitri dan sebagainya.

b. Agroforest kompleks, merupakan hutan masif yang merupakan mozaik (gabungan) dari beberapa kebun berukuran 1-2 ha milik perorangan atau berkelompok, letaknya jauh dari tempat tinggal bahkan terletak pada perbatasan desa, dan biasanya tidak dikelola secara intensif. Contoh: agroforest (atau kebun) karet, agroforest (atau kebun) damar dan sebagainya.

Penentuan Pola Agroforestri

Pola agroforestri ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Interaksi antara komponen sistem agroforestri

Struktur pola agroforestri harus memanfaatkan seoptimal mungkin sumber-sumber yang tersedia. Pola agroforestri merupakan teknologi baru yang lebih kompleks daripada pola tumpang sari tradisional dalam hal persainagn cahaya, akar, dan air. Di bawah permukaan tanah, tanaman merebut makanan dan air. Persaingan perakaran ini bisa diperkecil dengan pemilihan jenis tanaman yang memiliki pola-pola perakaran yang berlainan, contohnya tumpang sari tradisionil yang menggunakan jenis-jenis pohon berakar dalam sebagai tanaman pokok, dipadukan dengan tanaman tahunan yang berakar dangkal. Di atas permukaan tanah tanaman juga berebut cahaya matahari tetapi ada juga beberapa jenis tanaman yang tumbuh subur dibawah naungan pohon lain yang menyerap cahaya matahari yang telah disaring oleh lapisan-lapisan tajuk pohon tersebut. Penggunaan ruang yang paling optimal dapat dicapai dengan cara menempatkan tanaman-tanaman yang dapat hidup dibawah naungan..

Selain terjadi interaksi yang bersifat negatif, pola agroforestri memungkinkan terjadi interaksi yang positif, yaitu adanya simbiosis mutualistis antar beberapa jenis tanaman. kebutuhan zat nitrogen dari beberapa jenis tanaman dapat dipenuhi secara alami oleh jenis-jenis leguminosae sebagai penghasil zat nitrogen.

2. Penentuan jarak awal tanaman pokok

Penentuan jarak tanaman pokok yang paling lebar antara satu dengan yang lain, menambah luas lahan yang tersedia untuk tanaman pangan. Jarak awal yang lebar menunda penutupan cahaya oleh lapisan tajuk pohon, sehingga memungkinkan petani terus menanam palawija selama 3-4 tahun. Pemahaman tentang jarak tanam dan perubahan-perubahannnya dimasa depan sangat penting, supaya dapat meramal perubahan-perubahan yang terjadi berdasarkan waktu, dalam perkembangan model-model pola agroforsetri yang baru.

3. Perlakuan pengelolaan

Kebanyakan jenis-jenis pohon kayu yang dipakai sebagai tanaman pokok kehutanan untuk usaha reboisaasi adalah jenis yang tidak bisa hidup dibawah naungan, meskipun ada juga yang bisa hidup dibawah naungan pada usia agak muda. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlakuan pemeliharaan berupa wiwil; pangkas cabang dan penjarangan mutlak dilakukan setelah tajuk tanaman pokok sudah mulai menutup.

Pola agroforestri berjalan dinamis sejalan dengan berlakunya waktu. Pada tahun 1-3 petani dapat menanam jenis palawija. Segera setelah lapisan tajuk-tajuk pohon mulai menaungi, tanaman palawija bisa digantikan dengan tanaman tahan naungan, misal : makanan ternak atau empon-empon. Penghasilan yang diperolah dari tanaman ini bisa ditambah dengan hasil pohon buah-buahan yang sudah mulai berbuah antara 2-10 tahun.

4. Multiguna dan kelestarian hasil

Multiguna merupakan konsep yang tersirat dalam sistem agroforestri, karena sistem agroforestri diharapkan memberikan hasil produk dan jasa yang beragam (rekreasi air, pendidikan, pangan, pakan, kayu dan sebagainya) secara berkesinambungan. Sistem agroforestri harus bisa memberi lebih dari sekedar produksi kayu yang lestari.

2.2 Hutan

Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Dari sudut pandang orang ekonomis, hutan merupakan tempat menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan. Sedangkan dari para ilmuwan, hutan menjadi sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi ilmu. Ahli silvikultur mempunyai pandangan berbeda dengan ahli manajemen hutan atau ahli ekologi atau ahliahli ilmu lainnya. Menurut ahli silvika, hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri atas pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Sedangkan ahli ekologi mengartikan hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan diluar. (Arief, 2005).

Hutan bukan semata-mata kumpulan pohon-pohon yang hanya dieksploitasi dari hasil kayunya saja, tetapi hutan merupakan persekutuan hidup alam hayati atau suatu masyarakat tumbuhan yang kompleks yang terdiri atas pohon-pohon, semak, tumbuhan bawah, jasad renik bawah, hewan, dan alam lingkungannya. Semuanya itu mempunyai keterkaitan dalam hubungan ketergantungan satu sama lainnya.

2.3 Petani di Pedesaan

Budaya tanam petani amat statis, sebagian besar selalu menanam padi, menyebabkan keterpurukan pendapatan mereka. Petani tradisional merupakan kelompok masyarakat yang mengalami penderitaan berkelanjutan. Petani banyak mengalami trauma kegagalan dan penderitaan sehingga mereka menjadi bersikap pasif, kurang berani bereksperimen, kurang berani mengambil resiko, cenderung bersikap statis tradisional. Walaupun demikian, pemikiran-pemikiran mereka yang original berdasarkan fakta atau kenyataan lebih mudah diterima oleh akal sehat.

Petani pedesaan adalah golongan masyarakat yang paling sabar menghadapi hidup dan berjasa terhadap kelangsungan hidup golongan masyarakat lain, juga kepada kelangsungan dan ketahanan ekonom-politik bangsa.

Petani pedesaan memang sering dianggap terlalu pasrah dalam hidup, kurang inovatif dan tidak banyak menuntut. Kepasrahan dan kesabaran hidup itu muncul karena ada dilema ekonomi yang dihadapinya. Karena mereka hidup begitu dekat dengan batas subsistensi dan menjadi sasaran permainan cuaca serta tuntutan-tuntutan dari pihak luar, maka rumah tangga petani tak punya banyak peluang untuk menerapkan ilmu hitung keuntungan maksimal.

Hal yang khas yang dilakukan oleh petani adalah berusaha menghindari kegagalan yang akan menghancurkan kehidupannya, bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil risiko. Dalam bahasa pembuatan keputusan, sikap atau pilihan seperti itu disebut "enggan-risiko" (risk-averse); ia meminimumkan kemungkinan subyektif dari keuntungan maksimum (James C Scott, 1976).

Petani di Indonesia mayoritas merupakan petani kecil dengan penguasaan dan pengusahaan lahan yang relatif sempit. Keterbatasan tersebut bercirikan antara lain:

1. sangat terbatasnya penguasaan terhadap sumber daya;

2. sangat menggantungkan hidunya pada usaha tani;

3. tingkat pendidikan yang relatif rendah;

4. secara ekonomi, mereka tergolong miskin (Singh, 2002)

Sebagai masyarakat mayoritas yang hidup di pedesaan, petani merupakan masyarakat yang tidak primitif, tidak pula modern. Msayarakat petani berada di pertengahan jalan antara suku bangsa primitif dan masyarakat industri. Mereka terbentuk sebagai pola-pola dari suatu infrastruktur masyarakat yang tidak bisa dihapus begitu saja.

Ada 4 ciri utama dalam masyarakat petani, yaitu:

1. Satuan rumah tangga (keluarga) petani adalah satuan dasar dalam masyarakat yang berdimensi ganda.

2. Petani hidup dari usaha tani dengan mengolah tanah.

3. Pada kebudayaan petani berciri tradisional dan khas.

4. Petani menduduki posisi rendah dalam masyarakat. (Scott, 1993)

Kehidupan di pedesaan perlu dipacu dengan berbagai teknologi dan kebijakan agar mereka mendapatkan kemakmuran yang nyata. Salah satunya menerapkan kebijakan dengan sistem agroforestri.

2.4 Agroforestri untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Petani Pedesaan

Agroforestri telah menarik perhatian peneliti-peneliti teknis dan sosial akan pentingnya pengetahuan dasar pengkombinasian antara pepohonan dengan tanaman tidak berkayu pada lahan yang sama, serta segala keuntungan dan kendalanya.

Masyarakat tidak akan peduli siapa dirinya, baik mereka orang pertanian, kehutanan atau agroforestri. Mereka juga tidak akan mempedulikan nama praktek pertanian yang dilakukan, yang penting bagi mereka adalah informasi dan binaan teknis yang memberikan keuntungan sosial dan ekonomi. (Tohir, 1991).

Penyebarluasan agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan sumber daya hutan, dan meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan intensifikasi dan diversifikasi kehutanan.

Pada dasarnya agroforestri terdiri dari 3 komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian, dan peternakan. Ketiga komponen tersebut bisa berupa pepohonan, tanaman keras, semak-semak, tanaman rambat berkayu, tanaman pertanian dan hewan-hewan. Keberadaan masing-masing komponen tersebut akan menghasilkan beberapa sistem agroforestri, seperti agrosilvikultural, yaitu kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dan peternakan, dalam hal ini tidak saja hewan ternak untuk pertanian, bisa saja ikan atau lebah. Sedangkan agrosilvopastura adalah kombinasi komponen atau kegiatan pertanian dengan kehutanan dan peternakan atau hewan. (Perum Perhutani, 1990)

Sebagaimana pemanfaatan lahan lainnya, agroforestri dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan sifatnya mendesak. Agroforestri utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadopsi.

Dalam mewujudkan sasaran ini, agroforestri diharapakan lebih banyak memanfaatkan tenaga ataupun sumber daya sendiri dibandingkan sumber-sumber dari luar. Disamping itu agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia, khususnya di daerah pedesaan. Untuk daerah tropis, beberapa masalah ekonomi dan ekologi berikut menjadi mandat agroforestri dalam pemecahannya (Von Maydell, 1986) :

a. Menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan:

· Meningkatkan persediaan pangan baik tahunan atau tiap-tiap musim; perbaikan kualitas nutrisi, pemasaran, dan proses-proses dalam agroindustri.

· Diversifikasi produk dan pengurangan risiko gagal panen.

· Keterjaminan bahan pangan secara berkesinambungan.

b. Memperbaiki penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu bakar.

  • Suplai yang lebih baik untuk memasak dan pemanasan rumah terutama di daerah pegunungan atau berhawa dingin.

c. Meningkatkan, memperbaiki secara kualitatif dan diversifikasi produksi bahan mentah kehutanan maupun pertanian:

  • Pemanfaatan berbagai jenis pohon dan perdu, khususnya untu produk-produk yang dapat menggantikan ketergantungan dari luar misal : zat pewarna, serat, obat-obatan, dan zat perekat taua yang mungkin dijual untukmemperoleh pendapatan tunai.
  • Penganekaragaman produk.

d. Memperbaiki kualitas hidup daerah pedesaan, khususnya pada daerah dengan persyaratan hidup yang sulit dimana masyarakat miskin banyak dijumpai:

  • Mengusahakan peningkatan pendapatan, ketersediaan pekerjaan yang menarik.
  • Mempertahankan orang-orang uda di pedesaan, struktur keluarga yann tradisional, pemukiman, pengaturan pemilikan lahan.
  • Memelihara nilai-nilai budaya.

e. Memelihara dan bila mungkin memperbaiki kemampuan produksi dan jasa lingkungan setempat:

  • Mencegah terjadinya erosi tanah, degradasi lingkungan.
  • Perlindungan kenekragaman hayati.
  • Perbaikan tanah melalui ‘pompa’ pohon dan perdu, mulsa dan perdu.
  • Pohon peneduh (shelter dan belt), pohon pelindung (shade trees), pagar hidup (life fence).
  • Pengelolaan sumber air secara lebih baik.

Tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai dengan cara mengoptimalkan interaksi positif antara berbagai komponen penyusunnya (pohon, produksi tanaman pertanian, ternak/hewan) atau interaksi antara komponen-komponen tersebut dengan lingkungannya. Dalam kaitan ini ada beberapa keunggulan agroforestri dibandingkan sistem penggunaan lahan lannya, yaitu dalam hal:
1. Produktivitas

Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforetri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran (output) dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya.

2. Keanekaragaman

Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestri menghasilkan keanekaragaman yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanenan sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).

3. Kemandirian

Penganekaragaman yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sealigus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk-produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar (pupuk, pestisida), dengan keanekaragaman yang lebih tinggi dari pada sistem monokultur.

4. Stabilitas

Praktek agroforetsri yang memiliki keanekaragaman dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas dan kesinambungan pendapatan petani.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa agroforestri adalah sistem teknologi penggunaan lahan yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu dengan tanaman pertanian dan hewan ternak atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.

Agroforestri dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya bagi petani di pedesaan. Agroforestri dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan. Agroforestri utamanya dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. http://www.pemberdayaan-petani.html. Diakses tanggal 18 Desember 2009.

Anonim. http://www.MemakmurkanKehidupanPedesaan_DhimasBlog.htm. Diakses tanggal 18 Desember 2009.

Anonim. http://www.KiprahAgroforestri.htm. Diakses tanggal 18 Desember 2009.

Anonim. http://www./lecnote-Ind.asp.htm. Diakses tanggal 18 Desember 2009.

Anonim. http:///www./agf-def.htm. Diakses tanggal 18 Desember 2009.

Anonim. http://worldagroforestrycentre.org/sea. Diakses tanggal 18 Desember 2009.

Perum Perutani. 1990. Pedoman Agroforestri dlam Program Perhutanan Sosial. Jakarta.

Sudiyono, Armand. 1997. Pembangunan Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan di Pedesaan. Malang. UMM Press.

Tohir, Kaslan A. 1991. Usaha Tani Indonesia. Jakarta. PT Rineka Cita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar