Foto Profil

Foto Profil
Senyum itu indah, maka tersenyumlah

Kamis, 07 Januari 2010

A Short Story

Bintang Pelangi di Taman Alveolus

Perpaduan diantara mereka membuatku betah melihatnya. Aku bangga bisa menikmati keindahannya. Tidak hanya indah, cinta mereka juga telah kurasakan. Tak ada yang mampu memalingkan perhatianku, saat aku berada diantara mereka. Karena Tuhan telah menakdirkannya untukku.

Ketika aku lelah, sakit, rapuh, putus asa, sedih, maka aku langsung menemui mereka, mengadukan semua permasalahanku yang aku alami. Menceritakan semua keluhanku sembari melihat keindahannya. Ketika aku bahagia, maka segera kutebarkan senyum indah pada mereka, memberikan semua kebahagiaan yang aku dapatkan, karena disaat bersama merekalah aku dapat berbagi. Tidak sia-sia aku mengenali mereka, bintang pelangi di taman alveolus.

Hanya di taman alveolus aku dapat melihat bintang pelangi itu. Konfigurasi warnanya terus mengikat diriku tuk tetap bertahan di sana. Cinta, tawa, duka, perjuangan, pengorbanan, aku lalui bersama mereka, bintang pelangi. Kekompakan sepertinya bagai kebutuhan yang harus selalu ada dalam setiap waktu.

Ruang dan jarakku memang berbeda, namun jiwaku tetap bersama mereka, semangatku juga mengalir bersama mereka dalam menggapai satu cita-cita mulia, memberi keindahan, dan menaburkan benih kebaikan kepada orang banyak.

Sejak pertama kali aku mengenali bintang pelangi di taman alveolus, hati ini takjub, sungguh beruntung aku berada diantara mereka yang luar biasa, selalu semangat. Cahaya mereka mampu menembus kulit, mengalir di tubuh melalui sel darah, hingga akhirnya bermuara di hati kecilku, meneranginya, membakar semangat, dan member keindahan tak tergambarkan di dasar hatiku. Hanya mereka yang bisa.

Pernah suatu hari, aku mencoba tuk memisahkan diri dari bintang pelangi, keluar dari taman alveolus, namun belum selangkah aku pergi, hatiku memberontak, seakan pecahan gelas kaca sedang menusuk membran hati. Angin malam pun membelengguku hingga aku tak bisa berkutik dibuatnya. Meskipun kupaksakan raga ini untuk pergi, namun jiwa ku belum siap.

@@@

Kisah demi kisah telah kulalui ditaman alveolus, sebagian waktu yang kumiliki, kuhabiskan untuk menikmati keindahan bintang pelangi. Cinta, bahagia, duka, sedih, semua pernah kurasakan bersama mereka. Hampir genap dua belas kali sang bulan mengelilingi bumi. Hati kecilku juga penuh dengan Cahaya dan warna dari bintang pelangi yang masih tetap semangat, tidak redup, apalagi memudar.

Namun pada hari yang berbeda, aku amati ada sesuatu yang kurang dari keindahan bintang pelangi, aku sendiri tak mengerti apa sebenarnya yang telah berubah. Ingin kutanyakan pada mereka prihal keindahannya yang berkurang, namun sebelum aku tanyakan, salah satu dari bintang pelangi itu memberi tahuku bahwa akan ada komponen keindahannya yang akan pergi. Pergi menuju taman lain untuk mewujudkan mimpi terbesarnya yang saat ini masih terpendam. Mendengar hal itu, tanpa perintah tiba-tiba hati kecilku menjadi lemah, rapuh, tidak tegar. Ingin ku kuras semua darah yang mengalir deras dalam tubuh ini, agar sekalian tak ada cahaya dan warna bintang pelangi yang mengalir ditubuhku. Aku tidak bisa menerima hal itu, aku tak ingin komponen dari keindahan bintang pelangi pergi ketaman lain. Bukankah alveolus merupakan taman yang indah, dan bukankah mimpi-mimpi yang indah juga ada di taman alveolus. Hatiku terus perih.

Dengan jiwa yang belum siap, terus kuamati keindahan bintang pelangi, yang tiap harinya semakin berkurang keindahannya. Akhirnya hati kecilku memberanikan diri untuk bertanya. “siapakah yang akan pergi untuk meninggalkan taman alveolus?”, tanyaku dengan suara penuh harap. “bintang pelangi yang terindah diantara kami!”, jawaban yang kudengar dari bintang pelangi. Jawabannya membuatku semakin perih, kenapa harus yang terindah yang pergi, kenapa harus yang terindah. Aku tak bisa membendung jeritan hati yang ini. “kenapa harus dia yang pergi?, bukankah hal itu akan mengurangi keindahan taman alveolus?”, tanyaku dengan suara yang sedikit keras. “Dia pergi untuk mengejar mimpi terbesarnya yang selama ini masih belum terwujud, cita-cita yang mulia!”, jawab bintang pelangi dengan memberi alasan.

Aku kecewa, mengapa keindahan bintang pelangi akan segera luntur di taman alveolus. Kini mataku tak mampu menatap keindahannya. Aku belum siap tuk mencari keindahan lain, selain bintang pelangi di taman alveolus. Semangatku tak lagi seperti dulu. Aku bingung, harus kemana aku mencari pengganti bintang pelangi yang akan pergi itu. Sulit pastinya. Jika dia pergi, akankah dia akan kembali, meskipun sejenak untuk berkumpul di taman alveolus, merangkai mimpi indah kembali, menciptakan kisah indah tak terekam. Jiwaku sempat berharap, bisakah aku akan bertahan di taman alveolus yang tak lagi sempurna.

Memikirkan itu semua, ingin kuputuskan untuk pergi juga dari taman alveolus. Tidak ada gunanya aku bertahan disini. Cahaya bintang pelangi tidak lagi sempurna tuk ku lihat. Lebih baik aku beranjak pergi dari sini. Biarkan aku mengembara sendirian. “jangan!”, melalui hati terdalamku aku tahu itu suara bintang pelangi yang tidak menginginkan aku untuk pergi, mataku menyaksikan bintang pelangi yang berusaha tuk memberikan cahaya terindahnya untukku. Namun perintah itu segera sirna oleh keperihan hatiku. Tidak ada gunanya. Meskipun bintang pelangi telah memberikan cahaya terindahnya, semua itu tak berarti bagiku jika warnanya tak lagi sempurna. Aku tahu itu, mungkin bintang pelangi juga merasa kesepian setelah salah satu warnanya hilang. Tapi, hati ku lebih tergores lagi saat bintang pelangi tak lagi sempurna. Lebih sulit untuk memulihkan hati yang perih.

Kini mata lelahku mencoba untuk menatap kembali lukisan cahaya bintang pelangi. “Kita pasti bisa!”. Batinku menangkap pesan. Mengajakku tuk tetap diam di taman alveolus dan mencoba untuk ciptakan perpaduan warna yang lebih indah. Bintang pelangi itu terus mempengaruhiku agar kakiku tidak beranjak pergi. Kini konfigurasi cahayanya berubah. Dengan bergandengan tangan, merangkai ikatan, membentuk kata penuh makna (sahabat). Seakan-akan cahayanyalah tetap yang terindah, dan tidak ada lagi bintang pelangi selain di taman alveolus. Hatiku masih belum juga pulih. Apalah arti sahabat yang tak lengkap.

Tapi aku mempunyai hak untuk pergi. egoku mulai merasuki hati. Ingin kutinggalkan taman alveolus, namun aku tak siap. Aku masih belum bisa meniggalkan yang terbaik di taman alveolus. Kenangan terindah yang tercipta pun sulit untukku lepas. Memang, akulah yang dulu membanggakan bintang pelangi, tempatku membagikan kebahagiaan dan sedih. Tapi, sekarang aku benar-benar harus pergi. tatapan mata terakhirku yang basah karena air mata aku pusatkan kepada bintang pelangi di taman alveolus sebagai kalimat perpisahan dan kata maaf. Dalam sekejap aku pergi, memisahkan diri dengan bintang pelangi yang tidak lagi indah, yang tidak lagi pelangi, karena warnanya yang tidak lagi sempurna.

@@@

Tanpa kusadari, pengembaraanku sudah jauh. Seluruh belahan bumi telah ku jelajahi. Malam hingga siang, namun aku belum bisa menemukan bintang yang sempurna dan taman yang kuharapkan. Kelelahan pun telah menghampiriku. Kusandarkan raga ini diatas hamparan pasir halus disepanjang pantai yang dingin. Deburan ombak pantai mengajakku untuk tetap diam dibawah cahaya bulan. Ku terus amati bulan itu. Mungkinkah bintang pelangi yang ku cari ada dibalik bulan itu, akankah bulan itu mau bergeser sedikit untuk memperlihatkan semua yang ada dibalik layarnya. Rasa penasaran membuatku ingin terbang kesana. Tapi itu tak mampu ku lakukan. Dimanakah bintang pelangi ?

Pandanganku kini beralih ke laut. Ombak saling berkejaran untuk mencapai bibir pantai. Tiba-tiba penglihatanku terpusat ke arah tengah laut. Setitik cahaya terang tampak dari sana, cahayanya memancarkan keindahan warna yang lain dari bulan, bahkan lebh indah. Siapakah yang menyinari laut itu?, hati ku mulai bertanya-tanya. Bulan tidak mungkin, tapi cahaya itu datangnya dari atas. Segera ku alihkan pendangan ke bulan. “Bukankah itu…” suara serak keluar dari mulutku, namun tak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya, karena kalah oleh keindahan bintang yang ada di sebelah bulan. Cahayanya mengalahkan terangnya bulan, warnanya lebih anggun daripada bulan. Keindahan bulan sendiri tak lagi teramati olehku. Akankah pengembaraanku mencari bintang pelangi sudah berhasil.

Senyum bangga akan menjadi milikku. Bintang itulah yang aku rindukan, karena selama ini aku tak pernah melihatnya di taman alveolus. “Bintang ungu…..!”, teriakku mengalahkan kerasnya ombak yang saling beradu dengan pasir. Aku takjub melihatnya. Rasa lelahku hilang tak tersisa saat aku mendapatkan cahaya dan warna dari bintang ungu. Kegelapan ditengah laut segera berubah menjadi taman luas, yang di selimuti oleh cahaya, hanya cahaya ungu.

Aku patut bersyukur, aku masih sempat mendapatkan cahaya dan warnanya yang terindah sebelum bintang ungu itu pergi kembali. Namun, sebenarnya masih ada permintaan terdalam dari hati kecilku. “Sebelum bintang ungu pergi, bisakah ia meninggalkan jejak-jejak cintanya di taman alveolus?.”

By: Umam

Malang, 3 Juli 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar